Headlines News :
Home » » Teman lama

Teman lama

Written By Unknown on Monday, September 1, 2014 | 5:39 AM





Diceritakan: Bayu Asmara

SEBUAH MOBIL BOX  berhenti tepat di depan rumah pedagang aneka burung, sebelah rumah. Disana tersedia juga aksesoris dan makanan-makanannya. Ramai pengunjung dengan segala kepentingan yang berkaitan dengan masalah burung. Pia sebagai tetangga bersebelahan sekali-kali berkunjung bersilaturahmi untuk menyambut kehadiran mereka sebagai tetangga baru. Bercerita ngalor ngidul. Mereka adalah suami istri di karunia anak satu masih balita. Orangnya ramah dan baik hati.. Menyenangkan. Dan dua pemuda keluar dari pintu depan mobil menuju belakang untuk membuka pintu box. Satu pemuda mengeluarkan beberapa kandang berisi anak-anak ayam. Kemudian di antar ke pedagang aneka burung itu. Pia melihat kali ini anak-anak ayam tidak bayi. Agak gede. Ayam negeri dengan warna bulu putih-putih. Lalu salah seorang dari mereka menghampiri dan menyodorkan tangan mengajak bersalaman, seraya katanya; “aku teman sekolah dulu waktu di SD …”

Pia kaget balik tanya; “oh ya?”

Walau kaget dan ragu disambut tangannya untuk bersalaman.

Pikir Pia, tak ada salahnya kan? Menyambut keramahannya.

“Ya! Mungkin lupa! Aku sering main ke rumah ini …,” jelas pemuda itu.

“Main ke rumahku?” Tanya Pia tambah kaget.

“Ya! Mba kan namanya Pia? Aku tidak pernah lupa itu.”

“Oh iya betul! Betul sekali!”

Pia tidak mau di sebut pelupa, di anggap tidak ingat teman SD atau mengganggap dia itu sedang pura-pura kenal. Dia berusaha mencari sosok seorang teman lelaki semasa SD dan sekian puluh tahun kurang lebih sepuluh tahun tidak pernah bertemu. Rasanya tidak menemukan wajahnya? Sudah banyak berubah.

Ya iyalah mana ingat teman SD satu persatu. Yang mana? Siapa namanya? 

Sekarang dia berdiri seorang lelaki tinggi langsing atletis senyum-senyum. Wajahnya manis walau kulitnya hitam. Nampak dia pemuda baik-baik. Santun.

“Sudah lama tidak bertemu …, pantas lupa juga.” Katanya tersipu. Namaku Ardi …”

Pikir Pia, Ardi?Dicari wajah-wajah  SD satu persatu tak di temukan. Apa mesti kuceritakan bahwa teman-teman SD sudah tidak ingat lagi?

“Hehehe …,” sambut Pia hanya berhehehe mengiyakan dalam hati.

“Sekarang aku kerja jadi sopir pengantar ayam …,” jelas Ardi.

“Bagus sudah bekerja …, rajin juga.” Puji Pia.

“Bekerja apa saja biar bisa punya penghasilan …”

“Betul! Masa iya udah gede masih di suapin mama …”

“Iya mba …, malah udah gede bisa membantu mama.”

Hati Pia senang. Wah! Teman SD panggilnya jadi mba?Eh dia anak soleh. Dia tidak manja lagi. Dengarnya menyenangkan jika seorang anak lelaki bisa membantu nafkah orang tuanya. Bisa menempatkan diri. Bisa menata diri. Luar biasa. Dia berpikir dewasa.

“Maaf mba sebentar …,” katanya sambil menuju ke pintu mobil box. Tak lama kemudian kembali menghampiri dengan menggenggam seekor anak ayam. Dan di sodorkan kepada Pia katanya, “ini untuk mba!”

“Untuk aku?” Tanya Pia semakin kaget. Mata Pia terbelalak. Tidak terpikir Ardi akan memberikan anak ayam itu. Benar-benar kejutan! Kata Pia tenang, “akh! Ngak usyah!”

“Ngak apa-apa mba! Ayo terima aja!”

“Aduh gimana ya? Kok jadi begini, merepotkan!”

Hati Pia terharu. Ragu, kaget menyatu untuk tidak menerima pemberiannya.

“Ayolah terima mba...,” kata Ardi memaksa. 

“Enggak usyah! Tolak Pia.

Anak ayam di jejalkan ke tangan Pia katanya, “terimalah dan sekalian pamit ...”

Anak ayam berpindah tangan ke tangan Pia. Lalu Ardi menyodorkan tangan untuk bersalaman.

“Oh yayaya …”

“Masih banyak antaran ayamnya ke tempat lain mba …”

“Oh yayaya …, terima kasih ayamnya …” 

Pia dan Ardi bersalaman. Ardi kembali ke dalam mobil box dan menjalankan mobilnya melaju lalu  menghilang di tikungan.

Sepeninggal Ardi. Pikir Pia, kejadiannya begitu cepat. Tiba-tiba. Ardi  mengaku teman SD? Bahkan dia sering bermain ke rumah? Sungguh tidak ingat lagi! Akh benar-benar tidak ingat. Dia  kerja supir. Berbahagialah orang tua terutama ibuya memiliki anak soleh. Terima kasih  ya Allah telah mengirim seseorang yang mengaku teman SD dan sering bermain ke rumah lalu memberiku anak ayam negeri ini.. Semoga kebaikannya di beri kelimpahan lebih dari yang dia berikannya. Sekarang ada anak ayam? Mesti di apakan ya? Aku tidak tega harus di sembelih apalagi masih anak-anak. Lagian dari dulu sering piara ayam nyaris tidak pernah menyembelih ayam piaraan sendiri. Oh iya ada kandang bekas burung nampaknya cukup tempat tinggal sementara. Jika nanti sudah gede kan di buatkan kandang ayamnya. Jika dia hidup sendirian kasihan tidak ada teman maka akan di belikan satu lagi biar ada teman untuk tatitu naninu dan blab la bla.

Hati Pia gembira.

***

DUA SAHABAT kemanapun pergi selalu berdua. Aktivitas setiap pagi setelah makan keluyuran keliling entah kemana mainnya. Kadang khawatir tidak bisa pulang alias tersesat atau ada yang ngambil. Namun percaya mereka itu cerdas karena selalu pulang setiap makan siang dan pergi bermain kembali sampai sore baru nginap di rumah baru. Kandang di buatkan untuk tempat tinggal mereka, menyuruh tukang kerja kayu berpengalaman. Lebih dari cukup untuk dua anak ayam. Besoknyapun dan seterusnya selalu demikian aktivitasnya. Pia senang melihat keakraban mereka. Senasib sepenanggungan. Yang satu gemuk dan satu langsing. Mereka telah dewasa. Tentu di kasih nama gemuk namanya geli (gemuk dan lincah) dan satunya diberi nama Late (lansing dan tenang).

Pia penasaran ingin tahu kemana saja tempat bermain maka diam-diam berjalan menguntitnya. Ternyata mereka bermain di halaman rumah orang di kenalnya. Masih tetangga satu RW namun beda RT. Letaknya cukup jauh juga.

Mereka pernah tidak pulang namun besoknya kembali pulang.

Pikir Pia, Mereka telah dewasa, lucu dan menyenangkan.

Kali ini di ruang tamu rumah Pia kedatangan sahabat-sahabat kuliah. Kumpul ngobrol ngalor ngidul menghangatkan suasana. Pia melirik ke balik jendela kaca rumah. Melihat Gelid an late masuk ke halaman rumah dan berhenti di titian masuk ke teras rumah. 

Pia pikir, mereka datang saat makan siang. Dan aku akan beritahukan keunikan, kelucuan dua ayam negeri peliharaan kepada sahabat-sahabatku.

 “Sini semua …,” ajak Pia kepada Nani, Nana dan Nunu. Mereka mendekati jendela kaca riben yang dari luar tidak bisa melihat ke dalam tapi dari dalam bisa melihat jelas ke luar.

“Ada apa sih?” Tanya Nani, Nana dan Nunu nyaris serempak. Heran dan bingung.

“Pokoknya lihat saja …,” jelas Pia.

“Akh ngak ada apa-apa kok? Hanya dua ekor ayam negeri! Lalu apa mesti di lihat?”

“Kalian tidak tau uniknya ke dua ayamku …”

Nani, Nana dan Nunu penasaran ingin tahu. Nonton di balik jendela kaca.

“Perhatikan, apa yang mereka lakukan di depan jendela kaca rumah ini,” kata Pia.

Satu persatu ayam naik ke tangga masuk ke teras mendekati jendela kaca itu. Laten berdiri di teras menunggu. Geli melangkah lebih dulu bak peragawati berjalan di cat work lalu berhenti melihat jendela kaca menatap bayangan dirinya. Larak lirik. Badannya nan gemuk bahenol bergoyang-goyang. Mengipas-ngipas ekornya. Lalu berjalan satu dua langkah. Setelah itu dia meluruskan badannya dan apa yang terjadi? Geli kemudian meninggalkan tempat bergaya tadi. Kemudian di susul Laten melakukan hal sama seperti dilakukan Geli. Apa yang terjadi?

Para penonton serempak sontak tertawa berbahak-bahak melihat gerak gerik mereka, Saking enaknya tertawa, terpingkal-pingkal mencucurkan air mata dan menahan geli sakit perut. Penonton terkagum-kagum melihat atraksi sesaat.

“Luar biasa! Gayanya mengeluarkan oo-nya segitunya? Pantatnya di tarik kebelakang dan CROT! Bentuk gede dan memanjang!”

“Hasil karyanya gede memanjang!”

“Ha ha ha ha ha ha.”

“Gak gak gak gak gak gak.”

“Wak wak wak wak wak wak.”

“Hak hak hak hak hak hak.”

Selain mengajak teman-temannya untuk melihat kelucuan dan keunikkan ayam negeri, Pia tak lupa menceritakan cara memiliki ayam negri itu.

***

Semoga bermanfaat dan menginspirasi untuk membiasakan mencatat kejadian yang penuh kesan dan pesan.
Masih banyak kesan cerita ayam negeri piaraan selain merelakan tubuhnya untuk jadi santapan manusia, sisi lain memberi kebahagiaan tersendiri. Bisa menghibur.
***
Cerpen banyaknya : 1.200 kata
                        Size:      12
                        New Roman
                        Page: 5 lembar


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Bismillahirahmanirahim

Powered by Blogger.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Hobi Baca Nulis Gambar - All Rights Reserved